yusriahismail.com

Festival Budaya Tana Luwu, Ajang Mengenalkan Generasi Alfa Pada Nilai Kebaikan Leluhur

15 komentar


"Mi, hape mi...mau main hape".

Rasanya hati jadi potek kalau mendengar anak merengek minta handphone. Benda persegi panjang ini memang terlalu menarik bagi anak-anak. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun rasanya bakalan kelimpungan kalau ketinggalan barang ini. Meski anak sudah diberikan batasan tapi lingkungan bisa saja menyodorkan. Dan sayangnya, anak-anak di usia balita belum bisa membedakan mana tontonan yang pantas dan mana yang tidak.

Inilah realita yang sedang dihadapi orangtua jaman sekarang. Mereka menghadapi generasi alfa yang lahir diatas tahun 2000. Generasi yang tumbuh saat teknologi sedang pesat-pesatnya. Dan hanya dengan sekali lihat, anak-anak sudah paham tombol mana yang harus dipencet. Alamak. 

Sayangnya, banyak sisi negatif tentang penggunaan handphone yang tidak pada tempatnya. Salah satu dampak yang paling berbahaya adalah kekerasan seksual dan pembunuhan. Selain itu, ketergantungan anak pada gadget juga menjadi kekhawatiran sendiri.

Dulu saya ingat, bermain dibawah sinar matahari hingga kulit keling, asik memetik buah jambu tetangga meski semut merah besar mengancam. Gobak sodor, lompat tali, kelereng, kasti dan permainan tradisional lainnya menjadi aktivitas setiap sore hari.

Sekarang? 
Permainan itu bahkan sudah asing di telinga anak-anak. Berbagai hiburan melalui game 3 dimensi, youtube, Instagram, tiktok dan lain sebagainya membuat anak jarang bersentuhan dengan alam. Meski di samping itu, ada juga sisi positif. Misal, perkembangan berpikir anak jaman sekarang lebih cepat, apalagi soal teknologi. Mereka juga jauh lebih kreatif jika diasah.

Memiliki anak di jaman sekarang rasanya excited meski juga ketakutan tetap ada. Kedua anak kami adalah generasi alfa yang lahir di Tana Luwu. Ari-arinya ditanam di tanah ini yang otomatis salah satu kampungnya adalah Luwu. Kemanapun mereka melangkahkan kaki, Luwu akan menjadi kenangan indahnya.

Sejarah Luwu

Kerajaan Luwu merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dan Tengah. Kitab Negarakertagama mengatakan bahwa kerajaan Luwu sudah ada di abad ke-14 Masehi dan menjadi salah satu sekutu Majapahit di masa Hayam Wuruk.
Awal mula kerajaan ini pun sama dengan asal-usul kerajaan Bugis-Makassar pada umumnya yang menyebut mitos sosok To Manurung. Nawir dalam buku Sejarah Islam di Luwu, menulis bahwa Luwu memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Lokasinya di pesisir Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara, membuatnya kerap dikunjungi pedagang dari seluruh dunia.
Melestarikan Budaya di Festival Budaya Tana Luwu
Secara administratif, Luwu dipecah menjadi 4 wilayah, yaitu Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan Palopo. Luas wilayahnya adalah 17.791 km persegi dan membentang dari Teluk Bone hingga Kolaka Utara membuat Luwu memiliki ragam adat dan budaya. Namun, lama kelamaan adat dan budaya ini semakin redup ditelan kekinian dan teknologi.
Padahal banyak kebiasaan dan budaya yang bisa dicontoh generasi alfa. Dan festival budaya hadir untuk kembali melestarikan nilai-nilai leluhur.
Festival Budaya digelar 17-23 Januari 2022 yang dibuka oleh walikota Palopo, Drs. HM. Judas Amir, MH dan Datu Luwu XL, H. Andi Maradang Mackulau Opu To Bau di istana kedatuan, Langkanae. 
Serangkaian agenda sudah disiapkan seperti pasar rakyat, pameran benda pusaka, festival seniors, festival olahraga tradisional, mattompang, lalebbata hijau, tudang sipulung, ma'dui kapurung yang akan didaftarkan untuk memecahkan rekor muri hingga lomba Dongeng.
Lomba Dongeng, Cara Mengenalkan Nilai Kebaikan Leluhur 

Sejumlah anak-anak dan guru memadati halaman istana Langkanae. Istana Langkanae sendiri terdiri atas rumah adat yang saat ini berubah fungsi menjadi museum dan Saoraja (rumah peristirahatan bangsawan). Di halaman istana terdapat monumen raksasa yang memegang badik dan disebut Toddo'puli' Temmalara (keberanian memperjuangkan kebenaran).

            Istana Langkanae (dok.pribadi)

Anak-anak yang mengikuti lomba tampak meriah dalam balutan baju adat. Mereka berasal dari sekolah dasar yang berbeda-beda. 
Tak lupa supporter datang untuk meneriakkan nama mereka ketika tampil di panggung.

Lomba dongeng yang ditonton berbagai orang di depan istana memang menantang keberanian anak. Mereka berusaha menyampaikan kisah tentang Luwu agar hikmahnya sampai pada pendengar. 

 Monumen Toddo'puli' Temmalara (dok.pribadi) 

Salah satu kisah favorit yang dibawakan adalah tentang Putri Kerajaan Luwu yang bernama Putri Tandampalik. Kisah ini mengungkap salah satu nilai kebaikan leluhur yaitu tentang budaya Siri'. Budaya inilah yang membentuk karakter masyarakat Luwu. Siri' artinya malu. Rasa malu inilah yang membuat orang Luwu untuk menjaga harga dirinya.

Kisah putri Tandampalik adalah tentang menjaga harga diri rakyat Luwu yang saat itu kedatangan pinangan Raja Bone. Kedatangan utusan Raja Bone disambut baik meski adat istiadat melarang pernikahan jika bukan sesama Luwu. 

Siri' juga dapat diartikan sebagai etos kerja. Putri Tandampalik yang menempati daerah baru, menjaga dan menggarap lahan baru untuk pertanian. Berkat ketekunannnya pertanian dapat tumbuh subur disana. 

Kisah ini juga menunjukkan bagaimana Raja Luwu lebih mengutamakan kepentingan rakyat diatas segalanya. Meski sedih harus berpisah dengan anaknya yang berpenyakit kulit, namun tanggungjawabnya sebagai Raja mengalahkan semua itu.

Keikhlasan dan kesabaran semuanya terbayar tunai dengan berdirinya wilayah baru yang disebut Wajo. Tanah ini subur dan menjadi salah satu sumber pertanian terbaik.

Narekkor maeloko madeceng rijama jamammu, attangako ri batelellae, aja muolai batelellae sigaru garue, tuttungi batekella makkesing'e tumpukna ~ peribahasa bugis

Belajar tentang sejarah, adat istiadat dan kebudayaan Luwu memang tak cukup sesaat. Namun, festival budaya Tana Luwu sebagai salah satu jalan bagi generasi alfa yang jamannya sudah terlampau jauh untuk mengenal lebjh lebih dekat. Masih banyak nilai kebaikan leluhur yang harus digali dan semoga nilai-nilai ini menjadi tonggak perjuangan bagi generasi saat ini. 
 

Yusriah Ismail
A Lifestyle Blogger, Read Aloud Certified and Parenthing Enthusiast

Related Posts

15 komentar

  1. Halo, mbak Yusriah, salam kenal..
    Waktu SD saya adalah penggemar berat cerita rakyat tentang raja-raja dan putri-putri Nusantara. Tapi rasanya belum pernah membaca tentang kisah dari Kerajaan Luwu 🤔
    Jadi penasaran nih sama kisah lengkapnya. 😊

    BalasHapus
  2. Apa arti peribahasanya, mba?
    Bapak saya juga org Bugis, cm udh merantau dr jaman engkong, jadi gak tau sedikit pun tentang bahasa Bugis 😔

    BalasHapus
  3. Salam kenal, Mbak. Terima kasih sudah berbagi cerita tentang sejarah dan budaya Luwu. Masya Allah Indonesia sangat kaya, ya. Semoga anak-anak kita tidak termasuk yang melupakan akarnya sendiri.

    BalasHapus
  4. MasyaAllah.. jika boleh tau, apakah masih ada warga yang memiliki garis keturunan istana Mb ? Ya semacam di Keraton Jogja gitu Mb?

    BalasHapus
  5. Ini pekerjaan emak Mubarok yang belum maksimal mengajarkan nilai luhur pada anak.. Jazakillahu Khair sudah mengingatkan

    BalasHapus
  6. kereeen, baru tahu saya ada acara budaya seperti ini. setiap anak memang harus dibiasakan untuk dekat dengan budaya leluhur agar tidak terlalu terlena dengan kecanggihan zaman saat ini

    BalasHapus
  7. Sungguh besar godaan ponsel itu. 🤭 Keren acaranya, bisa mengenalkan sejarah kepada anak-anak dengan cara yang seru. 👍🏻

    BalasHapus
  8. Generasi Alpha memang harus lebih sering didekatkan dengan hal-hal real di sekitarnya, ya, mba. Agar tidak melulu melihat hal-hal yang tak bisa diraba oleh inderanya. Supaya mereka lebih dekat dengan alam. Thankyou for sharing, mba.

    BalasHapus
  9. Jadi inget saat kecil dulu mainannya gobak sodor, lompat tali, kasti, benteng... Jauh lebih seru dari main hape. Kalau nggak dikenalkannya, anak sekarang beneran bakal gak tau hal2 begitu

    BalasHapus
  10. Salam kenal bu. Saya juga asal tanah Luwu Palopo. Tulisan ini membuat saya jadi mengingat kembali tentang sejarah daerah yang selama ini hampir tak di sentuh lagi. Terima kasih ya.

    BalasHapus
  11. Masyaalloh... Indonesia memang luar biasa ya

    BalasHapus
  12. Prihatin ya anak-anak sekarang sudah asing dengan permainan-permainan tradisional. Acara seperti ini keren banget.

    BalasHapus
  13. Baru tau kalo mbak Yusriah tinggal di Sulawesi. Dulu jaman kecil sering banget baca kisah-kisah tentang sejarah dan kerajaan. Membaca artikel ini membawa memori lama itu kembali.

    BalasHapus
  14. Pengen liat festivalnya langsung... Seru pasti yaa

    BalasHapus
  15. Sya suka wisata sejarah ka. Semoga suatu saat bisa menikmati festivalnya secara langsung. Pengen bisa ke Makassar sana.

    BalasHapus

Posting Komentar