yusriahismail.com

Adat Dan Sejarah Suku Kajang, Wisata Anak Belajar Budaya

sejarah suku kajang
Asslamualaikum, sobat yusri (soby), kali ini saya masih bercerita tentang Bulukumba dan sekitarnya. Setelah bermain di Pantai Panrang Luhu dan beristirahat di Villa Dsalaky, esoknya kami heboh mempersiapkan pakaian hitam. Sebelum berangkat ke Tanjung Bira Bulukumba, teman yang lain memang sudah mengingatkan untuk membawa satu stel pakaian hitam polos.

Ya, kami akan berangkat ke salah satu kawasan adat sekaligus mengenali budaya dan sejarah suku Kajang. Salah satu suku tertua ini memang terkenal hingga mancanegara. Perilaku dan adat istiadat yang masih dipegang secara teguh membuat kami tertarik untuk berkunjung kesana. Ini juga bisa jadi sarana belajar anak untuk mengenal kebudayaan di sekitarnya.

Road Trip Ke Suku Kajang Ammatoa

Pagi itu susah sekali anak-anak diminta menyudahi sesi renangnya. Apalagi mandi dan berganti pakaian. Belum puas berenang dan main air laut sepertinya. Tapi, perjalanan harus terus dilakukan, agar tidak kesorean. Masih banyak tempat yang harus dikunjungi.

Trip pertama yaitu menuju desa terluas di kecamatan Kajang yaitu Desa Tana Toa. Letaknya sekitar 51 km dari pantai Panrang Luhu. Dan, ketika keluar dari kawasan tanjung bira teteup kudu melewati kelokan jalan yang membuat saya mual kembali.
Ditengah jalan, kakak alias anak pertama seringkali mengeluh sakit perut. Saya menduga antara belum buang air besar atau ikut mual juga seperti saya. Alhamdulillah, sebelum menuju ke suku Kajang, kami singgah dulu di salah satu sekolah Tsanawiyah dan kakak akhirnya mengeluarkan hajatnya disana. Lega sekali. Resiko bawa anak kecil ya sob. Huhu.

Di tsanawiyah tersebut, kami tak hanya disambut tapi juga diantar menuju suku Kajang. Dengar-dengar kepala sekolahnya masih ada hubungan darah dengan suku tertua di Sulawesi Selatan. Selain ibu kepala sekolah, ada juga ibu Rani yang baik hati ikut mengantar kami.
bahasa konjo

Mengenal Suku Kajang Dari Dekat

Sulawesi selatan sendiri terdiri dari suku Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, Bone dan lain-lain. Dan, suku Kajang sendiri termasuk salah satu suku yang mendiami daerah pedalaman Makassar serta memiliki adat istiadat yang berbeda.

Daya tarik dan kebudayaan yang unik menyebabkan banyak wisatawan maupun peneliti berkunjung kesini. Bahkan salah satu teman kami yang ikut serta dalam rombongan juga sudah pernah kesana ketika masih sekolah menengah pertama. Ya, sekolah-sekolah biasanya menjadikan adat istiadat dan sejarah suku kajang sebagai sarana anak mengenal kebudayaan yang lain.

Tak hanya itu, Desa Tana Toa juga ditetapkan menjadi salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi ketika menginjakkan kaki di Bulukumba. Apalagi tempatnya sangat sejuk dan asri. Airnya segar banget.

Daya Tarik Dan Sejarah Suku Kajang

suku kajang ammatoa
Ketika menuju Kajang, pepohonan semakin rimbun. Jalanan aspal juga sudah tidak ada. Katanya kalau gelap dan lewat situ akan sangat menyeramkan. Hiii.

Pohon-pohon yang tumbuh subur juga sebagai simbol bahwa suku Kajang amat mempertahankan alamnya. Mereka menganggap bahwa alam itu seperti ibu yang harus dihormati dan dilindungi.

Sampai di Desa Tana Toa, kami disambut oleh beberapa orang Kajang yang tinggal di rest area. Tempat ini semacam halaman sebelum masuk ke desanya yang lebih dalam. Kata bu Rani, disinilah masyarakat Kajang menyimpan motor atau sepedanya dan jangan takut sampai hilang. Dijamin aman.

Rest Area ini terdiri dari prototype rumah dan hasil kerajinan masyarakat suku kajang. Ada juga suvenir-suvenir khas yang dijual disitu. Ada rak buku yang bisa digunakan pengunjung untuk baca-baca sembari menunggu.

Anak-anak dapat melihat bagaimana suku Kajang merawat budayanya dan tidak tergerus oleh modernisasi. 

Menjaga Privasi Alam


Suku Kajang selalu menganggap bahwa merusak alam artinya mengkhianati alam itu sendiri. Alam dianggap sebagai sumber kekuatan sehingga mereka melakukan ritual Andingingi sebagai tradisi mengucapkan syukur dan pengharapan doa akan rezeki, kedamaian serta dijauhkan dari marabahaya. Tradisi.

Ritual ini mengikutkan berbagai sajian hasil bumi seperti beras, ketan, buah-buahan, sayuran, daging kerbau yang didoakan sebelumnya agar mendapat keberkahan. Sajian tersebut dikemas dalam daun lontar, keranjang bambu dan tempurung kelapa.

Alas Kaki Tidak Diperbolehkan


Salah satu keunikan suku kajang adalah keteguhannya memegang prinsip dan nilai leluhur. Mereka mengganggap bahwa sandal adalah sesuatu yang asing. Siapapun yang ingin masuk kedalam harus bertelanjang kaki.

Jaraknya sekitar 1 km menuju suku kajang luar kata Bu Rani. Jalanannya berbatu dan bagi yang tidak biasa akan capek banget.

Pakaian Serba Hitam


Selain tidak memperbolehkan alas kaki, pengunjung juga harus berpakaian serba hitam. Juga menggunakan sarung hitam jika diperlukan.

Hitam sebagai simbol netral. Kesederhanaan dan persatuan dalam segala hal. Juga bisa diartikan sebagai kekuatan dan memiliki derajat yang sama dihadapan Sang Maha Kuasa.

Salah satu pakaian yang khas adalah sarungnya yang ditenun sendiri oleh orang Kajang. Salah satu aktivitas mereka juga adalah menenun dengan menggunakan alat tradisional. Sarung ini bisa digunakan oleh laki-laki maupun perempuan.

Kesaktian Suku Kajang


Selain memiliki kekhasan dalam menenun, suku Kajang juga terkenal akan doti-doti. Bahasa ini dulu sering kali saya dengar. Anak-anak dulu suka mengucapkan," saya doti-doti ko itu." (Saya mau men-doti mu ~ kira-kira begitu artinya, hahaha). Sekian lama dan saya baru tahu kalau bahasa doti-doti itu berasal dari Suku Kajang.

Doti-doti adalah ajian yang biasa digunakan oleh orang tertentu. Semacam santet ya. Cuman mungkin rapalan mantranya berbeda. Nah, hal inilah yang menyebabkan suku Kajang ditakuti suku lainnya.

Berbahasa Konjo


Konjo adalah bahasa Makassar yang cukup tradisional. Suku Kajang mengucapkannya dalam tempo yang amat cepat. Sayup-sayup saya mendengarnya dan tidak mengerti sama sekali.

Konon, ketika pengunjung lain masuk ke dalam, mereka akan dinasihati menggunakan bahasa Konjo. Teman kami yang masuk, hanya cengengesan mendengar petuah tetua Suku Kajang.

Dapur Terletak Didepan


Bu Rani bilang keunikan Suku Kajang lainnya adalah dapur yang terletak di depan. Maksudnya, setelah pintu, maka dapur akan langsung kelihatan. Mirip rumah modern masa kini ya. Mungkin para perancang rumah meniru design suku Kajang.

Rumah orang Kajang yang menghadap barat hampir keseluruhannya juga hitam. Rumahnya juga tak bersekat dan bangunannya menggunakan tiang sehingga tidak menyentuh tanah. Hampir mirip rumah tradisional Sulawesi Selatan pada umumnya.

Beragama Islam


Awalnya saya pikir, masyarakat suku Kajang menganut animisme. Ternyata islam sudah masuk dan kebanyakan penduduknya sudah memeluknya.
suku kajang ammatoa

Suku Kajang memiliki aturan tegas dalam merawat alam yang mereka cintai. Aturan itu kemudian menjadi budaya yang harus ditaati oleh siapapun termasuk pengunjung.

Melalui hal ini, anak-anak jaman sekarang dapat belajar bagaimana menghormati dan mengenal sejarah suku kajang lebih dekat.   


















Yusriah Ismail
A Lifestyle Blogger, Read Aloud Certified and Parenthing Enthusiast

Related Posts

Posting Komentar