yusriahismail.com

Mom Support Mom, Cara Berbahagia di Hari Perempuan Sedunia

1 komentar
mom-support-mom
Ada yang notice kalau tanggal 8 maret kemarin itu hari perempuan sedunia? Bahasa asingnya sih Internasional Women's Day (IWD). Tahun ini perkumpulan IWD mengambil tema break the bias. Tema yang diharapkan untuk menghilangkan bias yang disematkan pada perempuan agar terus maju dan berkarya.

Saya pribadi menganggap bahwa tema berhubungan dengan keberanian seorang ibu untuk mengambil kesempatan. Selama ini selalu ada perang tersembunyi mengenai pilihan antara ibu di rumah atau ibu bekerja. Dan sayangnya, apapun pilihan seorang ibu, tetap saja kena nyinyir.

Padahal, apa salahnya jika seorang ibu berperan di keduanya? Kenapa harus memilih? Dan, apa salahnya jika ibu memilih salah satu? Kenapa harus ada judgement mengenai pilihannya. Mom war kayak gini emang penyakit turun temurun yang susah sekali dihentikan.

Fatalnya, pilihan-pilihan ini membuat ibu sulit menempatkan diri. Jika tidak pasang kuping tembok dan kacamata kuda, sang ibu bisa saja menjadi kurang percaya diri. Akhirnya, perasaan insecure yang lebih dominan.
Kenapa Ibu Perlu Disupport?


"Gak ngajar?" tanya seseorang.
"Gak, belum," jawabku kaku. Padahal ingin sekali kukatakan bahwa sebenarnya saat itu pilihan tersebut memang tak pernah ada. Ingin sekali mengatakan bahwa anak-anak masih kecil, takut kehilangan momen emas dengan mereka dan banyak alasan lainnya. Tapi, sayangnya jawabanku masih terlalu takut untuk mendapat label sayang lho ijazahnya (by the way, ini cerita sebelum mendapat kesempatan ngajar)

See? Terlalu banyak ketakutan yang dialami seorang ibu bahkan hanya untuk menceritakan keinginannya sendiri. Eh, apa ini saya aja ya? Hehe.

Lain lagi cerita guru ngaji saya. Beliau hampir 10 tahun berumahtangga namun belum dikaruniai anak saat itu. Dan, sayangnya berbagai tuduhan keji mampir padanya. Bahkan ada yang menyuruh suaminya kawin lagi. Sekarang beliau sudah dikaruniai sepasang putra putri yang dua-duanya jadi dokter. MasyaAllah.

Nah, lagi-lagi perempuan selalu jadi objek. Bahkan ketika istri belum hamil pun, yang tertuduh duluan adalah perempuan.

Tapi, apa semua begini? Ya tidak juga. Budaya, lingkungan, pola pikir, pola asuh semuanya mempengaruhi.

Yuk, Mom Support Mom

Ada istilah tentang hanya ibu yang paham rasanya. Seperti sebuah slogan bahwa tak ada yang mampu mengerti seorang ibu selain sesama ibu. Ya, hanya ibu yang paham rasanya gendong anak seharian. Hanya ibu yang paham rasanya dikintilan bocah 24 jam. Hanya ibu yang paham rasanya gak bisa jalan setelah operasi caesar. Hanya ibu yang paham rasanya kontraksi tapi gak boleh ngeden.

Perasaan yang kebanyakan hampir dialami semua kaum ibu ini seharusnya membuat ibu saling mendukung. Bukan saling merendahkan ataupun berbangga diri bahwa dirinya yang paling segala-galanya. Saling support akan membuat ibu lebih percaya diri dan merasa terdukung.

Ada beberapa cara mom support mom yang bisa dilakukan demi terjaganya stabilitas mental ibu, yaitu

1. Mendengar Aktif
Ada yang mengatakan separuh masalah akan selesai dengan diceritakan. Kalau untuk cerita, kayaknya semua jago ya tapi kalau untuk mendengar? Hal kayak gini perlu teknik.

Dulu ketika masih kuliah, saya mendapat materi bagaimana cara berkomunikasi yang tepat. Mendengar aktif atau active listening adalah salah satu materinya. Mendengar aktif adalah sikap mengerahkan segala perhatian terhadap lawan bicara, tidak menginterupsi dan merespon dengan netral.

Jadi tidak hanya cukup menjadi pendengar yang baik tapi juga aktif. Tidak semua orang mampu menguasainya. Perlu latihan dan pembiasaan.

Sebel kan, kalau kita sedang curhat tapi yang diajak bicara cuma acuh tak acuh atau malah asik main hape sendiri. Makanya, ketika mendengar seseorang sedang curhat, kita perlu menyiapkan hati dan juga telinga.

Tak cuma itu, menahan komentar atau celetukan juga merupakan pilihan bijak. Dasarnya, tak semua perempuan yang sedang curhat berharap solusi. Biasanya mereka murni hanya ingin mengeluarkan uneg-uneg.

2. Membangun Empati

Kadang, ketika ada seseorang yang curhat, seketika ikut gatal pengen ikut komentar,
"Yaelah, gitu doang baper". Lalu, komentar yang bikin bengong itu diikuti oleh cerita-ceritanya yang lebih menyedihkan atau heroik.

Padahal bisa saja kejadiannya sama tapi situasinya tak sama. Maksudnya situasi hati, situasi lingkungan, pola asuh dan lain-lain. Mungkin ada ibu yang tahan mental ketika ditanya tentang keturunan, tapi ada juga yang disinggung dikit aja langsung baper. Lalu mager berhari-hari di dalam kamar sampai takut bertemu orang lain.

Pun halnya mendengar aktif, membangun empati juga butuh skill yang tak kalah penting. Tak membanding-bandingkan diri dengan orang lain adalah salah satu modal dasarnya. Juga menanamkan dalam hati bahwa situasi tiap ibu berbeda.

3. Beri Ruang Ibu Bertumbuh
Ada ibu yang merasa kok hidupnya gini-gini aja. Dirumah aja, tidak menghasilkan dan lingkaran pertemanan yang semakin mengecil. Ibu lalu stuck dan menganggap hidupnya biasa saja. Nothing special.

Ada yang pernah merasa begini? Ini kayaknya saya sendiri ya hehe. Saat punya anak satu, ritme hidup pun berubah dan saat itu memang sedang pindah rumah. Kemudian pandemi pun datang. Rasa insecure tiba-tiba datang tanpa permisi.

Teh Karlina Listra, founder Grow Up Mom, mengatakan bahwa tiap orang memiliki misi penting kenapa ia hidup didunia. Dan misi bisa ditemukan melalui passion.

Seorang ibu perlu untuk menyelami passionnya demi menemukan misi kenapa ia dilahirkan. Passion yang dibarengi dengan rasa keimanan akan membuat seseorang tak kehilangan jati dirinya sebagai hamba Allah.

Menemukan passion juga secara tak langsung akan memberi ruang bagi ibu untuk tumbuh. Dan menemukan misi akan membuat hidup seorang ibu lebih bermakna.

×××

Penulis buku Men Are From Mars and Women Are From Venus mengungkapkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dibanding logikanya. Hal ini membuat seorang ibu lebih mudah menyalahkan dirinya sendiri dibanding mencari akar masalah.

Seorang ibu menganggap dirinya gagal jadi ibu yang baik ketika rumah tak terurus dengan baik. Ibu menyalahkan diri sendiri ketika berat badan anak tak bertambah. Dan banyak perkara lainnya yang telunjuk ini selalu saja mengarah ke ibu.

Disinilah peran penting sesama ibu untuk saling support. Bahwa wajar seorang ibu merasa bersalah tapi jangan sampai terpuruk. Bahwa ibu harus terus bertumbuh demi menemukan misi pentingnya sebagai hamba Allah. Bahwa ibu adalah pembelajar sepanjang masa yang tak terlepas dari khilaf.


Yusriah Ismail
A Lifestyle Blogger, Read Aloud Certified and Parenthing Enthusiast

Related Posts

1 komentar

  1. Selamat hari perempuan sedunia.
    Semoga semakin berdaya dan menebar kemanfaatan untuk sekitarnya, keluarga, suami, dan anak-anak

    BalasHapus

Posting Komentar